Opini

PEMILU SEBAGAI ALAT DEMOKRASI

PEMILU SEBAGAI ALAT DEMOKRASI Oleh Agus Setiyoko, M.Pd Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi Undang-undang nomor 7 tahun 2017 mendefinisikan pemilu adalah sarana  kedaulatan rakyat untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Definisi ini setidaknya memberikan ruang bahwa pemilu merupakan alat demokrasi yang digunakan untuk mengisi mekanisme pergantian kekuasaan melalui rakyat dengan cara memilih pemimpin dan kepala negara yang dilaksanakan setiap lima tahunan secara serentak. Demokrasi di Indonesia adalah bagian dan pilihan penting dalam bernegara yang diyakini secara efektif mampu memberikan hasil terbaik diantara yang paling baik, sebagaimana konstitusi di Indonesia bahwa tujuannya adalah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi merupakan pilihan elektoral yang digunakan dalam sistem pemerintahan Indonesia sejauh ini sudah kali ke-enam (dekade) dan mampu memberikan ruang perbaikan bagi terselenggaranya dinamika politik yang beragam. Lalu, bagaimana alat demokrasi tersebut bekerja dalam praktiknya? Munculnya trend pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menambah khazanah dalam penguatan pilihan berdemokrasi ditambah dengan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap harapan pemimpin untuk merealisasikan setiap kebijakan menjadi barang bagus dalam bingkai demokrasi. Keyakinan akan pilihan berdemokrasi di Indonesia adalah adanya isu dan hasil penelitian bahwa Indonesia merupakan negara penganut demokrasi terbesar ke 3 di dunia, hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Undang Undang Dasar yang sampai dengan hari ini masih sangat relevan untuk dipedomani. Salah satu prinsip dalam berdemokrasi adalah adanya pemilu yang dilakukan sebagai pilar demokrasi, pemilu mampu memberikan desain secara menyeluruh akan tata kelola pemerintahan dari pusat sampai dengan daerah yang termanifestasikan dalam ruang politik, ekonomi, seni dan budaya bahkan pendidikan dan keagamaan. Pemilu yang digelar setiap lima tahunan mampu menyedot perhatian publik, dimanapun menjadi asyik ketika dibicarakan mulai dari warung kopi, tempat nongrong anak muda, diskusi-diskusi publik sampai kegiatan kemahasiswaan yang belum puas jika belum bicara tentang politik, dari sini dapat di gambarkan bahwa pemilu menjadi bagian penting dari gelaran nasional yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan bernegara. Pemilu dan demokrasi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena berbicara tentang demokrasi di Indonesia pada dasarnya adalah berbicara tentang pemilu, maka indikator bahwa keduanya adalah satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan adalah harus ada prasyarat untuk mengatakan bahwa pemilu adalah alat demokrasi pertama Pemilu harus dilaksanakan dalam prinsip langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil yang termanifestasikan dalam peraturan perundangan maupun praktek penyelenggaraanya. Jika mencermati sejarah kepemiluan di Indonesia dari tahun ke tahun perbaikan tentang tata kelola pemilu sudah dilakukan baik oleh penyelenggara, peserta pemilu maupun masyarakat atau yang biasa dikenal dengan teman pemilih, terbukti secara prosedural agenda agenda politik sudah dilaksanakan berdasarkan tahapan yang ada, namun secara subtansial memang perlu pembenahan dan evaluasi secara berkala agar tujuan pemilu tidak hanya sekedar pergantian kekuasaan semata namun jauh lebih itu adalah bagaimana pemilu mampu memberikan efek bagi kesejahteraan masyarakat yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua Ada jaminan setiap warga negara yang memiliki hak pilih diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan pilihanya masing-masing tanpa ada paksaan, intimidasi dan ganguan lainya. Sejalan dengan itu pemerintah melalui penyelenggara kepemiluan dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum harus memastikan bahwa seluruh warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat untuk memilih dimasukan dalam daftar pemilih untuk dapat mengunakan hak pilihnya dalam pemilu. Ikhtiar dalam rangka menjamin seluruh warga negara ini merupakan agenda yang dilindungi oleh peraturan perundang-undagan sebagai bagian dalam etika berdemokrasi. Ketiga pemilu adalah pilihan terbaik diantara sarana yang baik lainya. Dalam konteks demokrasi pemilu adalah salah satu dari sekian metode atau pilihan yang digunakan dalam berdemokrasi yang diyakini sebagai metode terbaik sampai dengan hari ini, sejarah mencatat pemilu yang dilaksanakan memberikan harapan akan perbaikan perbaikan di semua lini kehidupan bernegara. Oleh karena itu jalan demokrasi memilih untuk pemilu sebagai alat untuk menegaskan akan begitu pentingnya manfaat dan pengaruh yang diberikan. Keempat adanya penyelenggara yang independen dan mampu bersikap secara adil terhadap seluruh peserta pemilu maupun masyarakat. Sebagai penyelenggara pemilu Komisi Pemilihan Umum memiliki kewajiban untuk melayani dengan sepenuh hati tanpa membedakan apapun, ini sesuai dengan slogan KPU yaitu “melayani” yang tidak hanya sekedar slogan saja namun memiliki makna yang sangat dalam yaitu merupakan bentuk komitmen KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat baik yang mencakup sosialisasi, pendidikan pemilih, informasi pemutakhiran data pemilih, dan seluruh rangkain tahapan penyelenggaraan pemilu dimasing-masing tingkatan. Dengan independensi yang dilakukan KPU secara kelembagaan akan sangat berimbas terhadap kepercayaan publik serta dapat menambah kualitas dalam berdemokrasi, mau tidak mau suka maupun tidak suka independensi adalah harga mati sebagai bagian komitmen dan kode etik penyelenggara untuk memajukan dan membagun peradaban bangsa derdasarkan demokrasi yang berkeadilan. Kelima kompetisi secara sehat yang dilakukan oleh peserta pemilu. Bersaing boleh, berlomba-lomba untuk mencari simpatisan boleh, namun tetap dalam koridor dan jalan sesuai dengan ketentuan. Kompetisi secara sehat adalah bagian syarat yang harus dipenuhi agar pemilu menjadi bagian daripada demokrasi, sejauh mana ukuran kualitas dalam demokrasi salah satunya adalah adanya persaingan dengan sehat, jika peserta mampu menciptakan persaingan dengan sehat bukan tidak mungkin kedamaian, ketentraman serta kenyamanan akan diperoleh dalam mewujudkan pesta demokrasi melalui pemilu. Pemilu merupakan salah satu agenda nasional yang sebagian masyarakat menaruh perhatian serius terhadap harapan, cita-cita dan tujuan bersama. Oleh karena itu negara memilih berdemokrasi melalui pemilu merupakan pilihan dan setiap pilihan pasti akan mengadung konsekuensinya. Masyarakat yang hari ini masih belum beruntung terhadap nasibnya bisa jadi ada kebijakan kebijakan dari negara yang dapat memberikan angin segar terhadap kehidupanya, ini adalah bagian efek yang mau tidak mau sebagai konsekuensi logis dari pilihan berdemokrasi. Pemilu adalah cara terbaik dalam berdemokrasi, harapan untuk melaksanakan pemilu dengan baik adalah terciptanya penyelenggaraan yang damai, aman, jujur, adil dan berkualitas serta menghasilkan pemimpin yang berintegritas yang dapat mendorong keberhasilan bangsa dan negara, harapan itu tidaklah mudah untuk direalisasikan namun dengan tekad kebersamaan bukan tidak mungkin semua mewujudkannya. Wallahualam bishowab.

FOMO Demokrasi; Keramaian Tanpa Makna?

FOMO Demokrasi; Keramaian Tanpa Makna? Oleh: Akhmad Ilman Nafia, M.PDI (Ketua Divisi Parmas, SOSDIKLIH, dan SDM) Dalam era digital dan media sosial, istilah FOMO (Fear of Missing Out) menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda. Gejala FOMO muncul sebagai akibat dari akses informasi yang cepat dan mudah  dari berbagai platform media sosial sekarang dan memunculkan kekhawatiran tertinggal dari tren populer. Kini, konsep tersebut juga merambah ke dalam konteks politik dan demokrasi, khususnya saat pemilu atau isu-isu kebangsaan mencuat ke publik. Istilah 'FOMO Demokrasi' memerikan kecenderungan masyarakat berpartisipasi dalam proses demokrasi karena takut dianggap apolitis, tidak peduli, ra ngumumi (istilah jawa) bukan karena kesadaran politik sejati. Fenomena ini mendorong pertanyaan: Apakah FOMO demokrasi  berdampak positif atau justru berbahaya bagi kualitas demokrasi kita? Perkembangan media sosial menjadikan politik sebagai bagian dari tren yang dibicarakan dan dibagikan, bahkan dijadikan konten viral. Perkembanganya, sebagian masyarakat menentukan pilihan kepada calon tertentu bukan karena pemahaman ideologis, tetapi karena "tekanan sosial" atau citra digital yang dilihatnya dari kotak kecil beberapa inchi saja (gadget),  Fenomena ini seperti partisipasi semu, karena sangat partisipatif secara kuantitas namun minim secara substansial. Demokrasi pun seolah olah terjebak dalam viralitas dan simbolisme digital seperti perang tagar, dance challenge, velocity dan sering tidak disertai dengan pendidikan politik yang baik, pemilih digiring pada tren digital yang kurang substansial. FOMO Demokrasi menciptakan ilusi partisipasi. Masyarakat merasa telah berkontribusi cukup hanya dengan mengikuti kampanye digital. Bahkan, ada yang hanya ikut tren tanpa memahami isu yang diperjuangkan. Kondisi ini diperparah oleh polarisasi media sosial yang mendorong sikap fanatik (Pro dan Kontra) terhadap kelompok politik tertentu dan menutup ruang dialog. Jika hal ini terus terjadi, demokrasi yang seharusnya rasional dan deliberatif berubah menjadi pertarungan opini yang dangkal dan emosional. Namun, menurut saya tidak semua hal dari FOMO Demokrasi bersifat negatif. Dalam banyak kasus, fenomena ini justru membuka ruang keterlibatan awal khusunya Gen Z, Banyak generasi muda yang awalnya hanya ikut tren akhirnya mulai belajar isu-isu politik dan menjadi lebih aktif secara sadar, sehingga mereka menciptakan banyak komunitas digital untuk meningkatkan kesadaran demokrasi generasi muda, membahas secara baik tentang isu isu  Politik dan Demokrasi yang berkembang,  Media sosial dan tren politik digital dapat menjadi alat edukasi politik yang efektif dan efisien jika diarahkan dengan benar. Penyelenggara Pemilu, Pemerintah, media, dan lembaga pendidikan harus mampu membimbing masyarakat menuju demokrasi yang berbasis literasi, bukan euforia digital semata. FOMO Demokrasi mencerminkan perubahan dinamika partisipasi politik di era digital. Ia menghadirkan potensi partisipasi luas namun juga risiko keterlibatan semu. Jika tidak dikawal dengan pendidikan politik yang memadai, demokrasi kita bisa terjebak dalam keramaian tanpa makna. Demokrasi sejati lahir dari kesadaran, bukan ketakutan tertinggal. Dari sekadar ikut-ikutan, kita perlu bergeser menjadi warga negara yang sadar dan aktif memahami dan mempertanggungjawabkan pilihannya.

MENYONGSONG PDPB

REKAPITULASI PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH BERKELANJUTAN (PDPB) TRIWULAN II KPU KABUPATEN SEMARANG Oleh Agus Setiyoko, M.Pd Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi Isu strategis terkait Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan adalah tersedianya data dan informasi pemilih secara komprehensif, akurat, dan terkini. Dalam rangka menyusun hal tersebut, KPU Kabupaten Semarang melakukan rekapitulasi PDPB Triwulan II yang dilaksanakan pada Rabu, 02 Juli 2025. Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan pengolahan data dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan terakhir yaitu sejumlah 807.204 yang kemudian di mutakhirkan dengan data turunan dari KPU RI yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri dan hasil pengolahan data dari Daftar Pemilih Khusus (DPK) pemilihan tahun 2024 dan beberapa masukan dari Bawaslu dan masyarakat untuk kemudian dilakukan pencermatan dan rekapitulasai tingkat Kabupaten Semarang. KPU Kabupaten Semarang melakukan pengolahan data melalui pengecekan dan pemetaan data, pengecekan data dilakukan dengan memastikan data data yang diperoleh sesuai dengan elemen data yang memuat (nama, NIK, tempat lahir, tanggal lahir, alamat dll) selanjutnya untuk pemetaan data dengan cara memetakan pemilih baru, pemilih tidak memenuhi syarat, dan pemilih pindahan. Rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan tingkat Kabupaten Semarang dilaksanakan secara berjenjang yaitu setiap tiga bulan sekali, dengan melakukan koordinasi dengan instansi yang mengurusi data kependudukan dalam hal ini Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil, Dinas Pendidikan (Koordinator Wilayah Cabang Provinsi Jawa Tengah), dan Kementerian Agama. Tujuannya adalah menyisir data pemilih yang belum masuk dalam DPT melalui pemilih pemula yaitu pada saat rekapitulasi berusia 17 tahun yang berada di wilayah instansi masing-masing. Data yang sudah direkap oleh KPU Kabupaten Semarang akan menjadi data secara Real Time untuk digunakan berkala dalam perkemabangan data pemilih. Pertanyaannya adalah bagaimana Upaya KPU Kabupaten Semarang dalam mewujudkan data yang valid pada triwulan II ini? Jika melihat pada masa tahapan pemutakhiran daftar pemilih pemilihan tahun 2024 KPU Kabupaten Semarang dibantu oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) melalui pencocokan dan penelitian (Coklit), namun hari ini instrumen itu tidak bisa dilakukan oleh jajaran KPU, lalu bagaimana cara melakukan pemutakhiran. Tentu KPU Kabupaten Semarang melakukan pengolahan data, pencermatan dan kooordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan data sekaligus sebagai bahan untuk melakukan rekapitulasi. Capaian kinerja KPU Kabupaten Semarang dalam melakukan Pemutakhiran Data Pemilih adalah melakukan updating data melalui pemutakhiran data yang terdiri dari pemilih baru 627, pemilih tidak memenuhi syarat 606, serta perbaikan data pemilih 1. Meski angka ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Semarang, namun capaian kerja ini perlu dilakukan guna menyongsong pemutakhiran data pemilih yang valid. Kenaikan data ini bersifat dinamis sehingga perlu kesiapan KPU untuk mendata pemilih terkait status kependudukan dengan melibatkan pemangku kepentingan, dinas terkait yang memiliki otoritas dalam rangka mendukung program pemutakhiran data pemilih. Permasalahan yang dihadapi Sebagai bagian dari penyelenggara pemilu ada kewajiban untuk melakukan kerja kerja secara profesional, namun bayak hal yang menghambat upaya tersebut sehingga ada tantangan besar yang harus diimbangi dengan kinerja KPU diantaranya adalah pertama Minimnya inisiatif masyarakat untuk mengunakan layanan KPU Kabupaten Semarang dalam melakukan update data kependudukan yang terintegrasi dengan data kepemiluaan, kedua keterbatasan SDM dalam hal ini untuk melakukan cek data dilapangan membutuhkan personil yang tidak sedikit, sehingga dengan keterbatasan SDM memungkinkan kerja pemutakhiran menjadi agak terhambat disisi lain karena memang secara geografis Kabupaten Semarang sangat luas sementara data bersifat dinamis, maka perlu kerja ekstra untuk melakukan itu. Ketiga minimnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya kegiatan pemutakhiran data pemilih yaitu untuk memelihara dan memperbaharui DPT pada pemilihan terakhir. Keempat ketersediaan anggaran yang belum sepenuhnya mendukung seluruh kegiatan pemutakhiran, ini berdampak terhadap pola kegiatan yang hanya bisa dilakukan dengan non Budgeter dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan semata. Salah satu unsur penting dalam keberhasilan kegiatan pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan adalah adanya koordinasi dan melibatkan seluruh stakeholder untuk mendukung program ini, karena sukses ini tidak bisa tanpa melibatkan pihak eksternal disamping kerja kolektif kolegial menjadi bagian penting dan syarat wajib dalam melaksanakan kerja pemutakhiran. KPU Kabupaten Semarang juga melakukan analisis data baik data yang bersumber dari data kependudukan dan masukan dari bawaslu dan masyarakat, dengan demikian setidaknya memberikan ruang untuk mewujudkan data yang akurat. KPU Kabupaten Semarang juga membuka help desk layanan lapor terkait dengan pemutakhiran data melalui penyebaran informasi kepada masyarakat melalui media sosial atau bisa datang langsung ke Kantor KPU Kabupaten Semarang harapanya adalah agar masyarakat ikut berperan dan aktif dalam mengawal pemutakhiran data pemilu. Kegiatan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan di KPU Kabupaten Semarang tidaklah mudah, namun ikhtiar untuk memperoleh hasil maksimal adalah pilihan, untuk mewujudkanya tidak seperti membalikan telapak tangan, namun usaha dengan sungguh sungguh pasti akan memperoleh hasil yang baik. Semoga apa yang dilakukan dan diusahakan menjadi bagian ikhtiar menuju masa depan data yang lebih baik, sebuah cita-cita bersama dalam menjadikan satu peta data pemilu diawali dari kegiatan kecil seperti ini. Wallahualam bishowab.

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH BERKELANJUTAN (PDPB) SEBAGAI TUGAS PRIORITAS PASCA PEMILU DAN PEMILIHAN TAHUN 2024

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH BERKELANJUTAN (PDPB) SEBAGAI TUGAS PRIORITAS PASCA PEMILU DAN PEMILIHAN TAHUN 2024 Oleh Agus Setiyoko, M.Pd Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi   Pasca berakhirnya agenda lima tahunan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, muncul pertanyaan yang kerap dilontarkan publik: Apa yang menjadi pekerjaan KPU setelah pemilu selesai? Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak hanya bersifat internal, tetapi juga perlu disampaikan secara terbuka kepada publik agar mereka memahami bahwa KPU tetap menjalankan peran strategis dalam menjaga kualitas demokrasi, bahkan di luar periode pemilu. Sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi dinamika demokrasi di Indonesia. Selain menjalankan fungsi teknis dalam penyelenggaraan pemilu, KPU juga memegang tanggung jawab substansial dalam menjaga integritas data kepemiluan. Salah satu tugas utama KPU pasca Pemilu dan Pilkada 2024 adalah melaksanakan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. Kegiatan ini menjadi fokus kerja KPU di luar masa tahapan aktif, dengan tujuan menyajikan data pemilih yang komprehensif, akurat, dan mutakhir sebagai landasan penyusunan data pemilih pada pemilu berikutnya. Pemutakhiran data pemilih merupakan salah satu tahapan paling panjang sekaligus paling krusial dalam penyelenggaraan pemilu. Proses ini beririsan dengan berbagai tahapan teknis lainnya, mulai dari pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS), pencocokan dan penelitian (coklit), penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS), hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Keterkaitan ini juga mencakup aspek logistik, penentuan jumlah tempat pemungutan suara, serta penyusunan anggaran.   PDPB Sebagai Prioritas KPU Tahun 2025 Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025, PDPB adalah kegiatan memperbarui data pemilih berdasarkan DPT hasil pemilu atau pemilihan terakhir yang telah disinkronkan dengan data kependudukan nasional, termasuk data WNI di luar negeri. Tujuan utamanya adalah memelihara dan memperbarui DPT secara berkelanjutan guna mendukung penyusunan DPT pada pemilu mendatang. Penting untuk dipahami bahwa data pemilih bersifat dinamis. Perubahan senantiasa terjadi akibat dinamika kependudukan seperti kelahiran, kematian, dan perpindahan domisili. Sejarah demokrasi Indonesia mencatat bahwa ketidakakuratan data pemilih kerap menjadi sumber sengketa pemilu. Oleh karena itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu berkewajiban memastikan data pemilih yang representatif, valid, dan terkini. Di sinilah pentingnya kerja berkelanjutan dalam pemutakhiran data. Tahun 2025 menjadi momentum pembuktian bagi KPU untuk menunjukkan relevansi dan kredibilitas kelembagaannya. Dalam rangka menjaga kesinambungan proses demokrasi, KPU perlu menjadikan PDPB sebagai prioritas strategis. Di samping menjamin keberlanjutan tahapan pemilu, PDPB juga merupakan investasi dalam pembangunan data kependudukan yang akurat, bermanfaat bagi KPU, pemerintah, maupun masyarakat luas. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan institusional KPU untuk merawat data pemilih secara berkala. Metode dan mekanisme PDPB perlu disosialisasikan secara luas agar masyarakat tidak menganggapnya sebagai beban kerja KPU semata, melainkan sebagai kebutuhan bersama. Partisipasi publik sangat penting. Masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan perubahan status kependudukan atau keberadaan pemilih baru agar data yang diperbarui benar-benar mencerminkan kondisi riil.   Kerja Kolektif, Bukan Kerja Sektoral Mekanisme pemutakhiran data dimulai dengan KPU RI yang secara berkala mendistribusikan data turunan dari hasil sinkronisasi DPT terakhir, yang telah dipadukan dengan berbagai sumber pendukung, kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya, pemutakhiran dilakukan secara de jure dengan mengacu pada dokumen resmi seperti KTP Elektronik, Kartu Keluarga (KK), biodata penduduk, atau Identitas Kependudukan Digital (IKD). Data tersebut kemudian dicermati dan diperbarui, baik melalui penambahan pemilih baru (misalnya, warga yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah), perubahan elemen data (seperti, nama dan alamat), maupun pencoretan pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat (karena meninggal, pindah domisili, atau menjadi anggota TNI/Polri). Hasil pemutakhiran tersebut kemudian direkapitulasi secara berjenjang dan ditetapkan sebagai bagian dari PDPB. PDPB harus dimaknai sebagai kerja kolektif, bukan tugas sektoral dari satu divisi tertentu. Kolaborasi antara KPU, Bawaslu, partai politik, Dinas Dukcapil, serta pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan untuk menghasilkan data pemilih yang valid dan mutakhir. Upaya kecil sekalipun, seperti pengecekan data secara rutin, dapat menjadi kontribusi signifikan dalam menjaga kualitas daftar pemilih. Keberhasilan kegiatan ini bergantung pada kekompakan tim; jika salah satu unsur tidak berfungsi optimal, kinerja keseluruhan akan terganggu. Sebaliknya, jika semua elemen bergerak selaras, maka PDPB dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Komunikasi dan koordinasi antartim menjadi kunci sukses pelaksanaan. PDPB tidak dapat dijalankan secara sporadis, melainkan menuntut sinergi internal dan antar-lembaga secara konsisten. Selain itu, melakukan pemutakhiran secara berkelanjutan jauh lebih strategis dibandingkan pembaruan mendadak menjelang pemilu. PDPB memungkinkan tahapan pemilu berjalan lebih tertata, terukur, dan meminimalkan margin of error (tingkat kesalahan). Secara prinsipil, PDPB adalah fondasi dalam membangun pemilu yang berkualitas. Validitas data pemilih secara langsung memengaruhi legitimasi hasil pemilu dan tingkat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Pengalaman panjang pemilu di Indonesia menunjukkan bahwa sengketa hasil pemilu kerap bermula dari persoalan data pemilih. Banyak gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang mendalilkan keabsahan DPT sebagai akar persoalan. Di tengah dinamika politik yang terus berubah, PDPB menjadi jangkar bagi stabilitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. PDPB menjadi solusi preventif yang sangat penting dalam menghindari potensi sengketa pemilu. Oleh karena itu, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) bukan sekadar kewajiban hukum yang diatur perundang-undangan, melainkan wujud tanggung jawab moral KPU dalam menjaga integritas demokrasi, sekaligus menjadi bentuk jawaban konkret atas keraguan publik terhadap eksistensi dan relevansi KPU pasca pemilu. PDPB adalah bukti kongret kinerja KPU dalam mengawal Demokrasi, tahapan pemilu boleh selesai namun kinerja KPU harus tetap jalan, ikhtiar untuk menjadi yang terbaik dalam memikul tanggungjawab sebagai penyelenggara adalah pilihan tinggal bagaimana mengimplementasikannya dalam kerja kerja nyata di KPU, tidak ada dunia ini yang sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik sang maha segalanya. Wallahualam bishowab.

AYEM TENTREM PILKADA KABUPATEN SEMARANG

AYEM TENTREM PILKADA KABUPATEN SEMARANG Oleh Agus Setiyoko, M.Pd Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi   Pilkada Kabupaten Semarang telah usai di gelar. Dinamika tahapan pemilu, mulai dari pemutakhiran data pemilih, sosialisasi, logistik, pemugutan suara, hingga proses rekapitulasi hasil, masih membekas dalam ingatan. Seluruh proses ini mewarnai perjalanan demokrasi di Kabupaten Semarang. Dari seluruh rangkaian tahapan tersebut, satu ungkapan yang dapat mewakilinya ialah: “Ayem Tentrem”. Dalam istilah Jawa, ayem tentrem menggambarkan kondisi aman dan rukun, baik bagi individu, kelompok maupun masyarakat. Maknanya pun meluas, mencakup rasa aman, percaya diri dan harmoni sosial. Dalam konteks pemilihan di Kabupaten Semarang, KPU (Komisi Penyelenggaraan Pemilu) menjadikan ayem tentrem sebagai jargon. Ini merefleksikan harapan agar pemilihan berlangsung damai, lancar, tanpa ada kekerasan, atau keributan. Alhamdulilah, harapan itu terwujud. Pilkada berjalan dengan lancar dan sukses berkat sinergi solid antara KPU Kab. Semarang, peserta pemilu, kandidat, dan seluruh pemangku kebijakan (TNI, POLRI, Kejaksaan, Forkompinda dan pemerintah daerah). Indikator keberhasilannya nyata; yakni  tidak adanya gugatan ke Makamah Konstitusi dari peserta pemilu. Hasilnya dapat diterima masyarakat, membuktikan ayem tentrem sebagai cermin wujud kerukunan telah tercapai. Keberhasilan pilkada tentu tidak hanya diukur dari penerimaan hasil akhir, tetapi juga dari kelancaran di setiap tahapan. Jika satu saja tahapan terganggu, maka hasil tahapan lainnya akan ikut bermasalah bahkan tertunda pelaksanaanya. Karena itu, sukses hasil adalah sukses proses. Berikut beberapa indikator penting yang menegaskan pilkada Kabupaten Semarang dapat dikatakan sukses secara ayem tentrem. Peran Sentral Pemilih dan Angka Partisipasi Siapa pemilih itu? Ini adalah pertanyaan yang sering muncul ketika berbicara tentang pemilihan. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah maupun pernah menikah. Definisi ini memberikan kesan bahwa pemilih terbagi menjadi beberapa kategoris, di antaranya adalah pemilih pemula, baik yang termasuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan, maupun daftar pemih khusus. Semuanya tetap masuk dalam ketegori pemilih. Lalu, bagaimanakah pemilih ini bisa menjadi indikator keberhasilan pemilu di Kabupaten Semarang? Pada prinsipnya, pemilih adalah kunci keberhasilan pemilu. Tanpa partisipasi mereka, pemilu kehilangan makna. Bayangkan jika pemilu digelar, namun tidak ada satupun yang hadir sebagai pemilih. Atau, dari daftar pemilih tetap, hanya 25% yang hadir menggunakan hak pilihnya. Tentu, hal ini akan menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pemilu. Namun, di Kabupaten Semarang, partisipasi pemilih tercatat sebesar 75.07% dari total DPT sebanyak 809.597 pemilih. Ini mencerminkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Masyarakat menyadari: satu suara sangat berarti bagi kemajuan pemerintahan Kabupaten Semarang. Angka ini juga menunjukkan keberhasilan KPU dalam menyosialisasikan pentingnya menggunakan hak suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan keberhasilannya dalam menumbuhkan kesadaran kolektif. Meski masih terdapat tantangan, seperti pemilih de jure yang tak bisa hadir karena kerja, sakit, atau halangan lain, maupun kendala teknis seperti singkatnya proses pelaksanaan pemilu. Hal-hal seperti ini masih menjadi tantangan tersendiri dalam mengukur partisipasi masyarakat secara lebih adil. Kendati demikian, angka tersebut menjadi bukti tingginya antusiasme masyarakat dalam merayakan pesta demokrasi. On the Right Track Penyelenggaraan pilkada serentak memang bukan hal yang mudah. Namun, jika dijalankan dengan prinsip yang benar dan kolaborasi solid, beban itu menjadi ringan. Keberhasilan ini tentu adalah keberhasilan bersama, baik jajaran KPU Kabupaten Semarang (Komisioner dan Sekretariat), instansi vertikal, maupun para pemangku kepentingan lainnya. KPU Kabupaten Semarang telah mampu menciptakan pemilihan kepala daerah yang ayem tentrem, bukan hanya dalam hal teknis, tetapi juga dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan. Semoga kesuksesan ini dapat menginspirasi penyelenggaraan pemilu mendatang. Dengan semangat kebersamaan, yang rumit menjadi mudah, yang berat menjadi ringan. Pilkada Kabupaten Semarang yang ayem tentrem telah membuktikannya. Wallahualam bishowab.  

Partisipasi Perempuan dalam Pemilukada 2024, Ditinjau dari Peran dan Kondratnya

Partisipasi Perempuan dalam Pemilukada 2024, Ditinjau dari Peran dan Kondratnya   oleh Hasan Maftuh., M.A Ketua PPK Kecamatan Suruh   Menyoal tentang perempuan sudah barang tentu menjadi istilah yang menarik. Asumsi awal kebanyakan orang menganggap perempuan adalah the second human being (manusia kelas kedua). Jika ditinjau dari aspek politik, nampaknya di dunia ini sulit bagi perempuan menempati kekuasaan, bahkan memimpin. Karena kekuasaan identik dengan sisi maskulinitas. Di era modern ini, upaya kritis tentang bagaimana kesetaraan gender ini penting sedang menjadi pembahasan baik secara akademis atau non akademis. Ada Upaya agar perempuan ada minat dan peduli terhadap politik. Bahkan, perempuan dan politik sering dipakai sebagai jargon kampanye. Tujuannya agar perempuan tertarik dan mau menyumbangkan suaranya kepada partai politik (parpol). Minimnya keterlibatan dalam menyuarakan hak pilih diasumsikan karena kekecewaan sebagian besar orang, khususnya perempuan. Karena sejak pemilu berakhir, janji politik hanyalah tinggal janjinya. Kepentingan perempuan untuk terlibat tidak kunjung terealisasikan. Bagaimana keterwakilan perempuan di kursi DPR mengalami penurunan. Alasan mendasarnya adalah rendahnya kesadaran politik, minimnya perkaderan dan keterkendalanya modal (ekonomi). Dari aspek kualitas dan kuantitas di era modern tidak menjadi halangan bagi kaum perempuan. Partisipasinya sangat ditunggu-tunggu dalam politik, khususnya dalam agenda tedekat yakni pemilukada 2024, Dimana untuk menentukan siapa yang layak dan terpilih memimpin daerah lima (5) tahun mendatang. Pemilukada 2024, sesuai dengan peraturannya adalah untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di tahun 2024. Berbeda dengan yang sebelumnya kedua jenis pemilihan itu berjalan tidak bersama, misalnya di Jawa Tengah bahwa Pilgub berlangsung di tahun 2018 dan Pilbub/Pilwakot berjalan tahun 2020. Kali ini, kedua jenis pemilihan tersebut berjalan bersama-sama menjadi satu, yang akan berlangsung pada Rabu, 27 November mendatang. Kali ini perempuan harus diperankan tidak sebatas dalam lingkungan keluarga saja. Peran perempuan perlu dipandang luas. Mendobrak pemikiran primitive lama yang menganggap perempuan sesuai kodratnya hanya mengurus anak, dapur dan objek seksualitas. Tentunya, di semua sektor  dewasa ini semua bisa saja dan sangat terbuka. Demokrasi terbuka untuk siapapun yang mampu berprestasi dan bekerja yang terbaik. Bahkan, anak muda pun bisa menggeser eksistensi golongan tua. Ini menjadi fenomena terbaru dalam konstalasi politik di Indonesia. Demokrasi sangat terbuka dan semua bisa terlibat dan berpartisipasi dalam politik. Keterlibatan bagi kaum perempuan dalam partisipasi sangat ditunggu-tunggu. Karena, peran perempuan sebagai penggerak sosial sudah nyata dan terbukti. Dewasa ini ruang-ruang sosial, dominasi perempuan dalam keluarga dan kegiatan apapun banyak di dominasi perempuan. Perempuan dan aspek peranannya sangat ditunggu-tunggu untuk turut serta mensuksekan momentum politik yakni Pemilukada 2024, agar terselenggara sesuai dengan asas pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Besarnya partisipasi perempuan dan semua orang menjadi tergerak untuk menyuarakan hak pilih adalah berkat role model yang bersumber dari perempuan. Adapun kesuksesan Pemilukada 2024, salah satu indikatornya dilihat dari seberapa besar peran perempuan dan banyaknya mereka yang datang ke TPS.

Populer

Belum ada data.